Proses Produksi Industri Penyamakan Kulit.
Industri penyamakan kulit
adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri
penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya
sebagai penghasil devisa non migas. Potensi penyamakan kulit di Indonesia pada
tahun 1994 terdiri dari 586 jumlah perusahaan yang terdiri dari industri kecil
sebesar 489 unit dan industri menengah sebesar 8 unit, dengan kapasitas
produksi sebesar 70,994 ton ( Dirjen industri aneka 1995).
Pada Pelita VI Industri kulit dan
produk kulit mempunyai investasi sebesar 3,746 milyar rupiah dengan penyerapan
tenaga kerja 51,399 orang dengan jumlah Produksi 19,122 milyar rupiah dengan
nilai ekspor US 7,354 juta.
Proses Produksi Industri Penyamakan
kulit.
Industri penyamatan kulit adalah
industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau
kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses
penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat
mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit
mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan
penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam penyamakan yaitu:
a.
Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan
nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit
akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah
pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper,
kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.
b.
Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak
mineral , misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit
boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan
penyamak aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya
kulit shuttle cock).
c.
Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang
berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar.
Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois (
kulit untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan
sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap
keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara
kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan
kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses penyamakan saja, proses
penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus.
Dalam Industri penyamatan kulit, ada
tiga pokok tahapan penyamatan kulit,yaitu:
1. Tahapan Proses Pengerjaan Basah (
Beam House).
a.
Perendaman ( Soaking).
Maksud perendaman ini adalah untuk
mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak
dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam
800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic,
misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit
dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5
jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit
lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit
menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila
berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit mentah kering, yang
berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman
ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang
berasal dari kulit.
b.
Pengapuran ( Liming).
Maksud proses pengapuran ialah
untuk.
1) Menghilangkan epidermis dan bulu.
2) Menghilangkan kelenjar keringat
dan kelenjar lemak.
3) Menghilangkan semua zat-zat yang
bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.
Cara mengerjakan pengapuran, kulit
direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua dihitung dari
berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium
Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari.
Dalam proses pengapuran ini
mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut,
dan bulu yang terepas.
c.
Pembelahan ( Splitting).
Untuk pembuatan kulit atasan dari
kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang
dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan
dikerjakan dengan mesin belah ( Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas
disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan
kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan,
dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin press (Emboshing machine),
pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan
untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol,
tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.
d.
Pembuangan Kapur ( Deliming)
Oleh karena semua proses penyamakan
dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit
harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu
proses- proses penyamakan. Misalnya :
1) Untuk kulit yang disamak
nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang
berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah.
2) Untuk kulit yang akan disamak
krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang
sangat merugikan.
Pembuangan kapur akan mempergunakan
asam atau garam asm, misalnya H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, Dekaltal dll.
e.
Pengikisan Protein ( Bating).
Proses ini menggunakan enzim protese
untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan collagen yang belum
terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain:
1) Sisa- sisa akar bulu dan pigment.
2) Sisa- sisa lemak yang tak
tersabunkan.
3) Sedikit atau banyak zat- zat
kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas
membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.
4) Sisa kapur yang masih ketingglan.
f.
Pengasaman (Pickling).
Proses ini dikerjakan untuk kulit
samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak
nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan
kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit
dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti.
Selain itu pengasaman juga berguna
untuk:
1) Menghilangkan sisa kapur yang
masih tertinggal.
2) Menghilangkan noda- noda besi
yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.
2. Tahapan Proses Penyamakan (
Tanning).
Proses penyamakan dimulai dari kulit
pikel untuk kulit yang akan disamak krom dan sintan,
Fungsi masing-masing proses sbb:
a.
Penyamakan.
Pada tahap penyamakan ini ada
beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni:
1) Cara Penyamakan dengan Bahan
Penyamakan Nabati.
a). Cara Counter Current
Kulit direndam dalam bak penyamakan
yang berisi larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan
cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3-
4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda,
dll sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a
pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah
kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi
dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama
2-5 minggu.
b). Sistem samak cepat.
Didahului dengan penyamakan awal
menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam.
Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.
2). Cara Penyamakan dengan Bahan
Penyamakan Mineral.
a). Menggunakan bahan penyamak krom
Zat penyamak krom yang biasa
digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam
larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil
sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%,
molekul krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun
untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai
basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam
substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga
mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam
penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya
diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan
2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar
dalam drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit
kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:
- 1/3 bagian dengan basisitas 33,3 %
putar selama 1 jam.
- 1/3 bagian dengan basisitas 40-45
% putar selama 1 jam.
-1/3 bagian dengan basisitas 50 %
putar selama 3 jam
b). Cara penyamakan dengan bahan
penyamak aluminium (tawas putih).
Kulit yang telah diasamkan diputar
dengan:
- 40- 50 % air.
- 10% tawas putih.
- 1- 2% garam, putar selama 2-3 jam
lu ditumpuk selam 1 malam.
- Esok harinya kulit diputar lagi
selama ½ – 1 jam, lalu gigantung dan dikeringkan pada udara yang lembabselama
2-3 hari. Kulit diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas.
3). Cara Penyamakan dengan Bahan
Penyamakan Minyak.
Kulit yang akan dimasak minyak
biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk
menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya,
diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya
digantung dan diangin- anginkan selam 7-10 hari.
Tanda-tanda kulit yang masak kulit
bila ditarik mudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah
masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.
b.
Pengetaman (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk
selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan
sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna
mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah
khemikalia yang akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya
dicuci dengan air mengalir ½ jam.
c.
Pemucatan ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak
nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan tujuan:
1) Menghilangkan lek- flek bsi dari
mesin ketam.
2) Menurunkan pH kulit yang berarti
memudahkan warna klit.
Cara mengerjakan proses pemucatan,
kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat
selama ½- 1 jam.
d.
Penetralan ( Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak
krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu
dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan
biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll.
Cara melakukan penetralan, kulit diputar
dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama ½- 1
jam.Penetralan dianggap cukup bila ½- ¼ penampang kulit bagian tengah berwarna
kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi
berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.
e.
Pengecetan Dasar ( Dyeing).
Tujuan pengecetan dasar ialah untuk
memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak
terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah.
Cat dasar yang dipakai untuk kulit
ada 3 macam:
1). Cat direct, untuk kulit samak
krom.
2). Cat asam, untuk kulit samak krom
dan nabati.
3). Cat basa, untuk kulit samak
nabati.
f.
Peminyakan (Fat liguoring).
Tujuan proses peminyakan pada kulit
antara lain sebagai berikut:
1). Untuk pelumas serat- serat kulit
ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak
lengket satu dengan yang lainnya.
3). Membuat kulit tahan air.
Cara mengerjakan peminyakan, kulit
setelah dicat dasar, diputar selama ½ – 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C,
4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan
emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit
ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam.
g.
Pelumasan ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk
kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan
penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang
berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk..
Cara pelumasan, kulit sol sebagian
airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran:
1). 1 bagian minyak parafine.
2). 1 bagian minyak sulfonir.
3). 3 bagian air.
Kulit diulas tipis tetapi rata kedua
permukaannya, kemudian dikeringkan.
h. Pengeringan.
Kulit yang diperah airnya dengan
mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan
semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.
i.
Kelembaban.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan
1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara
sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang
mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi
basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.
j.
Peregangan Dan Pementangan.
Kulit diregang dengan tangan atau
mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati
batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur,
tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian
dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian
tepinya sampai lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang.
3. Tahapan Penyelesaian Akhir (
Finishing).
Penyelesaian akhir bertujuan untuk
memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit,
mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat
atau warna cat dasar yang tidak rata.
Devisi Pengolahan Limbah dan Hasil Samping Ternak
Indonesia adalah negara agraris tidak hanya kaya dengan keragamanhayati, juga kaya dengan sumber energi fosil sampai energi yang
terbaru, hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk
pengalian pemanfaatan dan pengembangan ini perlu sentuan yang
energik.
Limbah peternakan merupakan bahan organik yang sering tertumpuk
dan dapat menjadi polusi bau, mencemari lingkungan jika tidak diolah
lebih lanjut bisa menimbulkan masalah pencemaran lingkungan.
Seiring dengan perkembangan pembangunan pertanian sejak tahun
1981 pemerintah melalui Departemen pertanian sudah meluncurkan
bantuan paket – paket biogas skala rumah tangga kepada peternak
sapi perah dengan biogas bantuan presiden, namun dengan belum
diimbangi dengan bimbingan tehnis yang intensif sehingga nilai
manfaat biogas kurang optimal dan banyak yang dibongkar. Padahal
dengan ukuran skala rumah tangga itu secara ekonomis bisa
digunakan selama 30 tahun.
Persedian bahan bakar minyak sebagai energi pembangunan
semakin tahun produksi semakin menurun, begitupun harganya
cenderung semakin meningkat, untuk itu pengembangan sumber
energi alternatif yang berasal dari kotoran/ limbah ternak bisa sebagai
penghasil bahan bakar (gas methan) dan dapat memperoleh pupuk
organik untuk meningkatkan mutu dan kelestarian lingkungan yang
segar dan sehat oleh hijaunya tanaman, agar tetap terpelihara
ekosistem pada wilayah tersebut secara baik.
Untuk mengatisipasi hal tersebut bisa dirancang pengolahan limbah
ternak untuk biogas yang merupakan media fermentasi biologi yang
praktis dan dapat mencegah adanya polusi bau dan pencemaran
lingkungan. Dan untuk percepatan laju perkembangan teknologi
biogas perlu adanya kerja sama antara pemerintah, swasta dan stake
holder dalam memasyarakatkan biogas dan melakukan bimbingan
tehnis pada pengguna biogas serta peningkatan sumber daya
manusia melalui pelatihan, work shop atau magang, bisa dilakukan di
Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu, untuk para stake holder
dalam pengembangan biogas dan pupuk organik.
Adapun penggunaan gas bio ini pengembangannya tidak hanya
sebagai kompor dan lampu juga sebagai bahan bakar mesin dan
pengbakit listrik.
Menurut Mathur Riady (2006), Produksi kotoran ternak per hari pada
tahun 2006 di Indonesia sekitar 314.161,260 ton, dan campuran
bahan biogas 737.590,316 ton, adapun potensi penggunaan gasbio
untuk pemenuhan kompor/masak sekitar 147.518 m3 (keluarga tani).
Disamping menghasilkan gasbio, limbah biogas dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik untuk lahan pertanian,
B. Manfaat limbah ternak sebagai biogas :
1. Manfaat pengolahan limbah ternak perah untuk biogas bagi
2. Mencegah pencemaran lingkungan dan sanitasi lingkungan.
3. Menyediakan pupuk organik.
4. Menyediaan energi sebagai bahan bakar untuk masak, lampu, dan
mesin.
5. Menciptakan ekositem biologi suatu wilayah dan mencegah
kerusakan hutan akibat penggunaan kayu bakar
Pelatihan budidaya sapi potong bagi penyuluh
PODUKSI BIOGAS
A. Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang terjadi dari proses mikro organisme dari
bahan organik seperti sampah, kotoran ternak, kotoran manusia, dan
lainnya yang dicampur air dalam perbandingan tertentu dalam ruang
tertutup/ anaeroob .
Menurut Buren ( 1985 ) Biogas adalah gas yang dihasil dari
fermentasi bahan organik dengan suhu, nilai bahan baku, dan
keasaman pada kondisi tertentu.
Sedangkan Amien ( 1983) mengatakan bahwa biogas adalah
menghasilkan gasbio yang terdiri dari campuran gas metan ( CH4)
sekitar 60-70%, sedangkan sisanya CO2, H2S dan lainnya. Gas bio
mudah terbakar dan hampir tidak meninggalkan bau-bau , nyala api
yang terbentuk berwarna biru dengan panas pembakaran sekitar
19,7-23 MJ per m3. Nilai energi setara dengan 21,5 MJ atau 5,135
Kcal per m3.
B. Bahan baku biogas dari limbah ternak
Kotoran ternak merupakan bahan organik yang potensial untuk bahan
baku biogas dimana strukturnya yang halus dan perlu diecerkan
dengan menambahkan air sumur atau air sumber/ mata air.
Kandunngan bahan kering untuk bahan baku biogas sekitar 7-9 % ,
jika kandungan kotoran sapi perah mencapai 14 % maka
pengencerannya diberikan air dengan jumlah yang sama.
Kadarwati ( 2003) Bahan baku pembentukan gas bio dipengaruhi oleh
unsur carbon dengan nitrogen ratio yang optimal 25 –30 , unsur
karbon untuk pembentukan gas methan dan nitrogen dibutuhkan
bakteri untuk pembentukan sel. Seperti : Sampah C/N nilai 12,
kotoran sapi 18.
Proses pembentukan gas bio
Gasbio dibentuk dalam tangki pencerna biogas oleh bahan organik
sekitar 60-90 hari dengan proses pembentukan gas dilakukan dalam
3 tahap :
a. Tahap pelarutan/ penghancuran : dengan proses pelarutan bahan
organik yang sukar larut akan mengalami penghancuran menjadi
bahan organik yang mudah larut.
b. Tahap Pengasaman : proses selanjutnya akan terbentuk
pengasaman, menjadi asam-asam organik untuk pertumbuhan
dan perkembangan sel bakteri.
c. Tahap pembentukan gas/ methanogenik:
proses pembentukan gas kelanjutan dari proses sebelumnya dari perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan (CH4). Gas metan terbentuk setelah ada situasi anaeroob, namun gas methan masih sedikit dan setelah 3 minggu produksi gas metan 54-70 %, CO2 21-35%, N2 0,5-2 %, CO 0,1 %, O2 0,1 %, H2S kecil. Jenis Bakteri , bakteri yang berpengaruh dalam pembentukan biogas yaitu bakteri pembentuk asam (Pseudomonas, Escherichia,
Flavobacterium dan Alcaligenes) yang melarutkan bahan organik menjadi asam –asam lemak sedangkan bakteri metana Pelatihan budidaya sapi potong bagi penyuluh pembentuk gas dari asam lemak menjadi gas methan antara lain:
Methanobacterium, Methanosar.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas
a. Suhu
Bakteri pembentuk gas bio akan tumbuh dan berkembang
pada tangki pencerna anaerobik antara suhu 10- 55 º C,
Kijne (1982) suhu yang optimum untuk produksi gas bio sekitar
30-35 ºC.
b. Derajat Keasaman ( pH )
Dalam kondisi normal pH dalam tangki pencerna (Kijne, 1982)
antara 7- 8, pH bisa berubah jika dalam kondisi pengisian awal,
fluktuasi suhu yang besar, dan element yang mengandung
racun.
c. Pengadukan campuran bahan baku pada tangki pencerna :
Pengadukan perlu dilakukan karena adanya lapisan kerak yang
mengandung lignin supaya mudah dicerna pada permukaan
cairan, sehingga perkembangan proses produksi biogas dapat
lebih aktif.
d. Bahan penghambat:
Pertumbuhan biologis akan terhambat sering terjadi karena
adanya pengaruh konsentrasi yang lebih dari antibiotik,
pestisida, desinfektan, logam berat: copper, Zeng, Nikel.
e. Kebocoran instalasi, kebocoran gas pada tangki pencerna dan
instalasi gas juga merupakan faktor yang mempengaruhi
produksi gas, pemilihan bahan baku dan perawatan instalasi
perlu dilakukan secara rutin.
Salah satu cara mendiagnosis
kebuntingan ternak sapi adalah dengan palpasi perektal. Cara diagnosis
kebuntingan ini ternyata lebih praktis dan mudah prosedurnya juga mempunyai
akurasi yang tinggi. Palpasi perektal tersebut didasarkan atas kondisi uterus,
ovarium dan buluh-buluh darah uterus (arteri uterina mediana).
Sebelum perlakuan diagnosis
kebuntingan dilaksanakan, dibutuhkan dahulu tentang sejarah IB (inseminasi
buatan), tanggal melahirkan terakhir, tanggal dan jumlah inseminasi serta
informasi terhadap setiap kondisi patologik dan penyakit yang pernah dialami
atau terjadi pada saluran alat kelamin ternak sapi yang bersangkutan. Catatan
IB dan reproduksi yang lengkap atau masing-masing individu bersangkutan sangat
bermanfaat untuk penentuan kebuntingan secara cepat dan tepat.
Petugas lapangan dituntut harus
memiliki wawasan yang luas dan mempunyai keterampilan serta mendapat latihan
praktik yang cukup. Hal ini mengingat tugas yang diembannya tidak sekedar
menentukan bunting atau tidaknya ternak tersebut akan tetapi harus mampu
menentukan umur masa kebuntingan serta memprakirakan waktu akan melahirkan dari
ternak yang diperiksanya.
Sapi yang akan diperiksa
kebuntingannya biasanya diamankan (mendapat perlakuan restrain)
dengan mendapat palang kayu yang kuat bebas dari segi yang tajam pada bagian
belakangnya. Tangan memakai glove yang diberi sabun yang
tidak mengiritasi mukosa rektum saat tangan melakukan palpasi rektal. Jari
tangan dikuncupkan sewaktu hendak dimasukkan ke dalam rektum. Selanjutnya
tangan didiamkan bila ada kontraksi rektum, dan dimasukkan kembali saat
kontraksi terhenti.
Gambar
1 Posisi Pemeriksa
Bila rektum penuh dengan
tinja, maka sebagian tinja dikeluarkan terlebih dahulu. Waktu pengeluaran tinja
ini sebaiknya tangan tidak dikeluarkan dari dalam rektum agar rektum tidak
menggembung. Kemudian jari tangan dikembangkan dan diturunkan ke bawah sampai
mengenai kornea uteri. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan teknis pada gambar
berikut.
Gambar
2 Posisi tangan pemeriksa pada palpasi perektal
Sebagai indikasi bahwa ternak
bunting dapat dikenali melalui tanda-tanda sebagai berikut:
1
Palpasi perektal terhadap cornua uteri, teraba cornua uteri membesar karena
berisi cairan plasenta (amnion dan alantois).
2
Palpasi perektal terhadap cornua uteri, kantong amnion.
3
Selip selaput fetal, alanto-corion pada penyempitan terhadap uterus dengan ibu
jari dan jari telunjuk secara lues.
4
Perabaan dan pemantulan kembali fetus di dalam uterus yang membesar yang berisi
selaput fetus dan cairan plasenta.
5
Perabaan plasenta.
6
Palpasi arteri uterina media yang membesar, berdinding tipis dan berdesir
(fremitus). (Manan 2000).
Berikut ini adalah tanda-tanda
kebuntingan pada sapi yang diidentifikasi secara perektal.
Tabel 1 Tanda-tanda Kebuntingan pada
Sapi.
Bulan
|
Keterangan
|
3
|
Kornua sebesar bola voli, letaknya
sudah sedikit tertarik ke rongga perut, arteri uterina media jelas teraba dan
terasa seperti desiran air mengalir, teraba kotiledon sebesar kedelai,
membran fetus teraba.
|
5
|
Fetus sudah masuk ke rongga
abdomen dan sulit teraba. Servik teraba seperti selang pipih, karena uterus
tertarik ke rongga perut disebabkan karena berat fetus dan volume amnion
bertambah volumenya. Plasentom teraba sebesar uang seratus rupiah, fremitus
arteria uterina media teraba mendesir dengan pembuluh darah yang sebesar
sedotan.
|
6
|
Posisi fetus sudah kembali sejajar
dengan pelvis, osifikasi fetus sudah teraba jelas, teraba adanya fremitus
arteria uterina media. Servik terletak di depan tepi cranial pubis dan hampir
tegak lurus ke bawah.
|
7
|
Fetus sudah teraba teracak dan
mulut, teraba adanya arteria uterina media.
|
9
|
Ujung kaki depan dan moncong fetus
sangat dekat dengan rongga pelvis, pada akhir masa kebuntingan otot-otot
sekitar tulang panggul kelihatan mengendur, vulva sedikit membengkak dan
lendir banyak keluar. Teracak, mulut, ukuran fetus semakin membesar dan
fremitus arteria uterina media semakin jelas.
|
Sumber: Toelihere (1985)
Gambar
3. Kebuntingan 3 bulan
Alat Reproduksi Ternak Betina
Reproduksi hewan betina adalah suatu
proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi
akan berfungsi bila makhluk hidup khususnya hewan ternak dalam hal ini sudah
memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin. Setelah mengalami dewasa kelamin,
alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan proses reproduksi dapat
berlangsung baik ternak jantan maupun betina. Sistem reproduksi pada betina
terdiri atas ovarium dan sistem duktus. Sistem tersebut tidak hanya menerima
telur-telur yang diovulasikan oleh ovarium dan membawa telur-telur ke tempat
implantasi yaitu uterus, tetapi juga menerima sperma dan membawanya ke tempat
fertilisasi yaitu oviduk.
Pada mamalia, ovarium dan bagian
duktus dari sistem reproduksi berhubungan satu dengan yang lain dan melekat
pada dinding tubuh dengan sebuah seri dari ligamen-ligamen. Ovarium menerima
suplai darah dan suplai saraf melalui hilus yang juga melekat pada uterus.
Oviduk berada di dalam lipatan mesosalpink, sedangkan mesosalpink melekat pada ligamen
ovarium. Ligamen ini melanjutkan diri ke ligamen inguinal, yang homolog dengan
gubernakulum testis. Bagian ligamen ini membentuk ligamen bulat pada uterus
yang kemudian melebarkan diri dari uterus ke daerah inguinal.
Alat-alat reproduksi betina terletak
di dalam cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh
tulang-tulang sacrum, vertebra coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os
coxae. Os coxae dibentuk oleh ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat
reproduksi betina dapat dibagi menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix,
vagina dan vulva.
Ovarium
Ovarium adalah organ primer (atau
esensial) reproduksi pada betina seperti halnya testes pada hewan. Ovari dapat
dianggap bersifat endokrin atau sitogenik (menghasilkan sel) karena mampu
menghasilkan hormon yang akan diserap langsung ke dalam peredaran darah, dan
juga ovum.
Ovarium merupakan sepasang kelenjar
yang terdiri dari ovari kanan yang terletak di belakang ginjal kanan dan ovari
kiri yang terletak di belakang ginjal kiri. Ovarium seekor sapi betina
bentuknya menyerupai biji buah almond dengan berat rata-rata 10 sampai 20 gram.
Sebagai perbandingan, pada sapi jantan dimana ”biji” pejantan berkembang di
tubulus seminiferus yang letaknya di dalam pada betina jaringan yang menghasilkan
ovum (telur) berada sangat dekat dengan permukaan ovari.
Ovarium terletak di dalam rongga
perut berfungsi untuk memproduksi ovum dan sebagai penghasil hormon estrogen,
progesteron dan inhibin. Ovarium digantung oleh suatu ligamentum yang disebut
mesovarium yang tersusun atas syaraf-syaraf dan pembuluh darah, berfungsi untuk
mensuplai makanan yang diperlukan oleh ovarium dan sebagai saluran reproduksi.
Ovarium pada preparat praktikum ini berbentuk lonjong bulat.
Fungsi ovarium sendiri adalah
memproduksi ovum, penghasil hormon estrogen, progesteron dan inhibin.
Pada semua hewan menyusui mempunyai
sepasang ovarium dan mempunyai ukuran yang berbeda-beda tergantung pada
species, umur dan masa (stadium) reproduksi hewan betina. Bentuk ovarium
tergantung pada golongan hewan:
1. Pada
golongan hewan yang melahirkan beberapa anak dalam satu kebuntingan disebut
Polytocous, ovariumnya berbentuk seperti buah murbei, contoh: babi, anjing,
kucing
2. Pada
golongan hewan yang melahirkan satu anak dalam satu kebuntingan disebut
Monotocous, ovariumnya berbentuk bulat panjang oval, contoh: sapi, kerbau,
sedang pada ovarium kuda bebentuknya seperti ginjal.
Ovarium mengandung folikel-folikel
yang di dalamnya terdapat masing-masing satu ovum. Pembentukan dan pertumbuhan
folikel ini dipengaruhi oleh hormon FSH (Folicle stimulating hormone) yang
dihasilkan oleh kelenjar adenohipofise. Folikel di dalam ovarium terdiri dari
beberapa tahap yaitu folikel primer, terbentuk sejak masih dalam kandungan dan
mengandung oogonium yang dikelilingi oleh satu lapis sel folikuler kecil;
folikel sekunder, terbentuk setelah hewan lahir dan sel folikulernya lebih
banyak; folikel tertier, terbentuk pada saat hewan mencapai dewasa dan mulai
mengalami siklus birahi; dan yang terakhir adalah folikel de Graaf, merupakan
folikel terbesar pada ovarium pada waktu hewan betina menjelang birahi.
Folikel de Graaf inilah yang akan
siap diovulasikan (peristiwa keluarnya ovum dari folikel) dan jumlahnya hanya
satu karena sapi merupakan hewan monotokosa yang menghasilkan satu keturunan
setiap kebuntingan. Peristiwa ovulasi diawali dengan robeknya folikel de Graaf
pada bagian stigma dipengaruhi oleh hormon LH (Luteinizing hormone) yang
dihasilkan oleh kelenjar adenohipifise. LH menyebabkan aliran darah di sekitar
folikel meningkat dan menyebabkan dinding olikel pecah. Bekas tempat ovum yang
baru keluar disebut corpus haemorragicum yang dapat kemasukan darah akibat
meningkatnya aliran darah dan menjadi merah, setelah itu terbentuk corpus
luteum (berwarna coklat) yang akan menghasilkan hormon progesteron untuk
mempertahankan kebuntingan dan menghambat prostaglandin. Sehingga pada saat
bunting tidak terjadi ovulasi karena prostaglandin yang mempengaruhi hormon
estrogen dan FSH.
Apabila pembuahan tidak terjadi,
corpus luteum bertambah ukurannya di bawah hormon pituitari anterior yaitu
prolaktin dan dibentuklah hormon progesteron yang menekan birahi yang
berkepanjangan dan memepertahankan kebuntingan (Blakely and Bade, 1998).
Oviduct
Oviduct merupakan saluran yang
bertugas untuk menghantarkan sel telur (ovum) dari ovarium ke uterus. Oviduct
digantung oleh suatu ligamentum yaitu mesosalpink yang merupakan saluran kecil
yang berkelok-kelok dari depan ovarium dan berlanjut di tanduk uterus.
Oviduct terbagi menjadi 3 bagian.
Pertama adalah infundibulum, yaitu ujung oviduct yang letaknya paling dekat
dengan ovarium. Infundibulum memiliki mulut dengan bentuk berjumbai yang
berfungsi untuk menangkap ovum yang telah diovulasikan oleh ovarium. Mulut
infundibulum ini disebut fimbria. Salah satu ujungnya menempel pada ovarium
sehinga pada saat ovulasi dapat menangkap ovum. Sedangkan lubang infundibulum
yang dilewati ovum menuju uterus disebut ostium. Setelah ovum ditangkap oleh
fimbria, kemudian menuju ampula yaitu bagian oviduct yang kedua, di tempat
inilah akan terjadi fertilisasi. Sel spermatozoa akan menunggu ovum di ampula
untuk dibuahi. Panjang ampula merupakan setengah dari panjang oviduct. Ampula
bersambung dengan bagian oviduct yang terakhir yaitu isthmus. Bagian yang
membatasi antara ampula dengan isthmus disebut ampulary ismich junction.
Isthmus dihubungkan langsung ke uterus bagian cornu (tanduk) sehingga di antara
keduanya dibatasi oleh utero tubal junction.
Dinding oviduct terdiri atas 3
lapisan yaitu membrana serosa merupakan lapisan terdiri dari jaringan ikat dan
paling besar, membrana muscularis merupakan lapisan otot dan membrana mucosa
merupakan lapisan yang membatasi lumen.
Fungsi oviduct :
1.menerima sel telur yang diovulasikan
oleh ovarium,
2.transport spermatozoa dari uterus
menuju tempat pembuahan
3.tempat pertemuan antara ovum dan
spermatozoa (fertilisasi)
4.tempat terjadinya kapasitasi
spermatozoa
5.memproduksi cairan sebagai media
pembuahan dan kapasitasi spermatozoa
6.transport yang telah dibuahi
(zigot) menuju uterus.
Menurut Bearden and Fuquay (1997)
panjang oviduct untuk kebanyakan spesies ternak adalah 20 sampai 30 cm.
Uterus
Uterus merupakan struktur saluran
muskuler yang diperlukan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan
perkembangan zigot. Uterus digantung oleh ligamentum yaitu mesometrium yaitu
saluran yang bertaut pada dinding ruang abdomen dan ruang pelvis. Dinding
uterus terdapat 3 lapisan, lapisan dalam disebut endometrium, lapisan tengah
disebut myometrium dan lapisan luar disebut perimetrium.
Uterus terdiri dari tiga bagian.
Bagian pertama adalah cornu uteri atau tanduk uterus. Cornu uteri ini jumlahnya
ada 2 dan persis menyerupai tanduk yang melengkung. Cornu uteri merupakan
bagian uterus yang berhubungan dengan oviduct. Kedua cornu ini memiliki satu
badan uterus yang disebut corpus uteri dan merupakan bagian uterus yang kedua.
Corpus uteri berfungsi sebagai tempat perkembangan embrio dan implantasi.
Selain itu pada corpus uteri terbentuk PGF2 alfa. Bagian uterus yang ketiga
adalah cervix atau leher uterus.
Bentuk-bentuk uterus ada 3, yaitu:
1) uterus bicornus: cornu uteri sangat panjang tetapi corpus uteri sangat
pendek. Contoh pada babi. 2) uterus bipartinus: corpus uteri sangat panjang dan
di antara kedua cornu terdapat penyekat. Contoh pada sapi cornunya membentuk
spiral. 3) uterus duplex: cervixnya terdapat dinding penyekat. Contoh: uterus
pada kelinci dan marmut. 4) uterus simple: bentuknya seperti buah pir. Contoh:
uterus pada manusia dan primata.
Fungsi uterus: 1) saluran yang
dilewati gamet (spermatozoa). Spermatozoa akan membuahi sel telur pada ampula.
Secara otomatis untuk mencapai ampulla akan melewati uterus dahulu. 2) tempat
terjadinya implantasi. Implantasi adalah penempelan emrio pada endometrium
uterus. 3) tempat pertumbuhan dan perkembangan embrio. 4) berperan pada proses
kelahiran (parturisi). 5) pada hewan betina yang tidak bunting berfungsi
mengatur siklus estrus dan fungsi corpus luteum dengan memproduksi PGF2 alfa.
Di dalam uterus terdapat curuncula
yang berfungsi untuk melindungi embrio pada saat ternak bunting. Hasil
pengukuran uterus pada praktikum ini, panjang corpus uteri adalah 20 cm,
panjang cornu uteri adalah 13 cm. Menurut Lindsay et al., (1982) bahwa uterus
pada sapi yang tidak bunting memiliki diameter 5 sampai 6 cm. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh umur, bangsa ataupun kondisi ternak.
Cervix
Cervix terletak di antara uterus dan
vagina sehingga dikatakan sebagai pintu masuk ke dalam uterus. Cervix ini
tersusun atas otot daging sphincter. Terdapat lumen cervix yang terbentuk dari
gelang penonjolan mucosa cervix dan akan menutup pada saat terjadi estrus dan
kelahiran. Cervix menghasilkan cairan yang dapat memberi jalan pada spermatozoa
menuju ampula dan untuk menyeleksi sperma.
Selama birahi dan kopulasi, serviks
berperan sebagai masuknya sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan saluran
uterin itu tertutup dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat
sebelum kelahiran, pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus
dan membran dapat melaluinya pada saat kelahiran (Blakeli and Bade, 1998).
Fungsi dari cervix adalah menutup
lumen uterus sehingga menutup kemungkinan untuk masuknya mikroorganisme ke
dalam uterus dan sebagai tempat reservoir spermatozoa.
Vagina
Vagina adalah organ reproduksi hewan
betina yang terletak di dalam pelvis di antara uterus dan vulva. Vagina
memiliki membran mukosa disebut epitel squamosa berstrata yang tidak
berkelenjar tetapi pada sapi berkelenjar. pada bagian kranial dari vagina
terdapat beberapa sel mukosa yang berdekatan dengan cervix.
Vagina terdiri dari 2 bagian yaitu
vestibulum yang letaknya dekat dengan vulva serta merupakan saluran reproduksi
dan saluran keluarnya urin dan yang kedua adalah portio vaginalis cervixis yang
letaknya dari batas antara keduanya hingga cervix. Vestibulum dan portio
vaginalis cervixis dibatasi oleh suatu selaput pembatas yang disebut himen.
Fungsi dari vagina adalah sebagai
alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan; berperan sebagai saluran
keluarnya sekresi cervix, uterus dan oviduct; dan sebagai jalan peranakan saat
proses beranak. Vagina akan mengembang agar fetus dan membran dapat keluar pada
waktunya.
Menurut Toelihere (1981), pada hewan
yang tidak bunting panjang vagina sapi mencapai 25,0 sampai 30,0 cm. Variasi
ukuran vagina ini tergantung pada jenis hewan, umur dan frekuensi beranak
(semakin sering beranak, vagina semakin lebar).
Vulva
Vulva merupakan alat reproduksi
hewan betina bagian luar. Vulva terdiri dari dua bagian. Bagian luar disebut
labia mayora dan bagian dalamnya disebut labia minora. Labia minora homolog
dengan preputium pada hewan jantan sedangkan labia mayora homolog dengan
skrotum pada hewan jantan.
Pertautan antara vagina dan vulva
ditandai oleh orifis uretral eksternal atau oleh suatu pematang pada posisi
kranial terhadap uretral eksteral yaitu himen vestigial. Himen tersebut rapat
sehingga mempengaruhi kopulasi. Vulva akan menjadi tegang karena bertambahnya
volume darah yang mengalir ke dalamnya.
Klitoris
Klitoris merupakan alat reproduksi
betina bagian luar yang homolog dengan gland penis pada hewan jantan yang
terletak pada sisi ventral sekitar 1 cm dalam labia. Klitoris terdiri atas dua
krura atau akar badan dan kepala (glans). Klitoris terdiri atau jaringan
erektil yang tertutup oleh epitel skuamusa berstrata. Selain itu klitoris juga
mengandung saraf perasa yang berperan pada saat kopulasi. Klitoris akan
berereksi pada hewan yang sedang estrus. Fungsi dari klitoris ini membantu
dalam perkawinan.
Alat reproduksi ternak jantan
Pada fertilisasi spermatozoa yang membawa gamet X dan Y berfusi dengan ovum yang membawa gamet X, sehingga akan terbentuk zigot baru yang mungkin membawa gamet XX atau XY. Pada manusia dan kebanyakan ternak, kelamin heterogametik (XY) adalah jantan, sedangkan kelamin homogametik adalah betina (XX).
Pada stadium embrional, di dalam embrio tersebut telah terdapat alat-alat yang nantinya akan berkembang dan berdiferensiasi menjadi alat repoduksi. Alat-alat tersebut adalah gonad, duktus Mülleri,�@ duktus mesonephros, tubulus mesonephros, dan sinus urogenitalis. Pada hewan jantan, gonad akan berkembang menjadi testes, tubulus mesonephros berkembang menjadi vasa eferensia (duktulic efferentes). Duktus mesonephros akan berkembang menjadi duktus epididymis (dekat testes) dan duktus deferen (bermuara pada sinus urogenitalis) dan bagian ujung duktus mesonephos akan berkembang menjadi kelenjar vesikularis. Sinus urogenitalis pada hewan jantan berkembang menjadi:
1. Urethra (canalis urogenitalis), yang terdiri dar 3 bagian: Pars pelvina, Pars bulbourethralis, Pars penis
2. Kelenjar prostata
3. Kelenjar bulbourethralis
Keberhasilan diferensiasi alat kelamin jantan dipengaruhi oleh hormon androgen dan Mülleri�@Inhibitory Substance (MIS). Pada perkembangan yang tidak normal dapat menimbulkan kelainan pada hewan ternak, yaitu antara lain:
1. Intersex/hermaphrodite
Pada hewan ternak kadang-kadang ditemukan pseudohermaphrodite. Disebut female phrodite bila penampilan luar betina namun alat kelaminnya jantan, sedangkan male phrodite bila penampilan luar jantan namun alat kelaminnya betina.
2. Sisa-sisa tubulus mesonephros
Sisa-sisa tubulus mesonephros ini berupa paradidimis dan vasa aberansia. Pada perkembangan yang sempurna sisa-sisa ini tidak dijumpai.
3. Sisa-sisa duktus Mülleri
Sisa-sisa duktus Mülleri ini akan membentuk uterus maskulinus. Pada hewan jantan yang berkembang normal duktus ini tidak berkembang dan akan teregresi.
Alat kelamin luar pada hewan jantan adalah penis yang berkembang dari tuberculum genitalis. Penis terdiri dari preputium dan skrotum. Testis yang terbentuk pada prenatal akan turun dari rongga perut ke skrotum. Peristiwa ini disebut descencus testiculorum. Pada sapi peristiwa descencus testiculorum selesai pada pertengahan kehidupan intra uterin (kebuntingan), sedangkan pada kuda dekat sebelum/sesudah dilahirkan, pada babi seperempat akhir kehidupan intra uterin. Jika karena sesuatu hal testis tidak turun dalam skrotum dan masih tertinggal dalam rongga perut dapat mengakibatkan kelainan yang disebut cryptorchidismus atau cryptocid. Bila salah satu testes yang tidak turun ke dalam skrotum disebut cryptochid unilateral. Pada kelainan ini hewan jantan masih fertil karena masih bisa menghasilkan spermatozoa. Bila testis dua-duanya tidak turun dalam skrotum disebut cryptochid bilateral. Pada kelainan ini hewan jantan steril karena tidak mampu menghasilkan sperma. Peristiwa cryptocid jarang dijumpai pada sapi, domba dan kambing, tetapi sering dijumpai pada kuda dan babi.
Perkembangan postnatal (setelah dilahir) yang berkembang adalah ukuran dan susunan bagian-bagian alat reproduksi. Perkembangan ini sangat erat hubungannnya dengan hormon-hormon reproduksi yang dihasilkan oleh alat reproduksi itu sendiri atau dari kelenjar lain, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung
b. Testis
Testis merupakan alat reproduski primer bagi hewan jantan karena menghasilkan spermatozoa (jamak: spermatozoon). Bentuk testis pada sapi bulat panjang sumbu arah vertical. Pada sapi dewasa panjang testis 12-15 cm, diameter tengah nya 6-8 cm dan beratnya 300-500 gram.
Testis dibungkus oleh kapsul putih mengkilat (tunica albugenea) yang banyak mengandung serabut syaraf dan pembuluh darah yang terlihat berkelok-kelok. Dibawah tunica albugenea terdapat parenkim yang menjalankan fungi testis. Parenkim membentuk saluran yang berkelok-kelok. Tubulus seminiferus terletak di dalam lobus-lobus kerucut, merupakan saluran panjang di dalam testis, berdiameter 200 mikron. Setiap lobus-lobus kerucut mempunyai saluran keluar disebut tubulus rektus seminiferus. Muara tubulus rektus seminiferus bergabung membentuk anyaman yang disebut rete testis. Dari muara rete testis terbentuk 12-15 saluran yang disebut duktus eferen/eferentes. 12-15 saluran tersebut bergabung menjadi satu masuk ke dalam duktus epididymis.
Tubulus seminiferus mengandung berbagai macam bentuk sel yang merupakan perkembangan dari spermatozoon. Di dalam parenkim diantara tubulus seminiferus ditemukan sel-sel interstitial atau sel-sel leydig. Luteinizing hormone (LH) memacu sel-sel leydig untuk menghasilkan testosteron dan sedikit androgen.
Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Pada kebanyakan spesies skrotum berlokasi di daerah inguinal diantara dua kaki. Kulit di daerah skrotum berbulu halus dan jarang, serta kurang mengandung lemak di bawah kulit. Pada fase embrional, skrotum mempunyai original jaringan yang sama dengan labia mayor pada hewan betina. Skrotum tersusun dari lapisan terluar yang terususun dengan serabut otot polos, tunika dartos. Tunika dartos membagi skrotum menjadi 2 bagian dan ini menempel pada tunika vaginalis. Skrotum berfungsi untuk melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis dan epididymis supaya temperatur dalam testis 4-7 derajad Celcius dibawah temperatur tubuh. Mekanisme pengaturan panas/termoregulator dilakukan oleh dua musculus, yaitu musculus cremaster externus dan musculus cremaster internus. Kedua otot (musculus) ini akan menarik testes ke atas menedekati rongga perut untuk mendapatkan pemanasan. Tunika dartos menarik testes mendekati perut sehingga permukaan testis menjadi lebih kecil dan melipat untuk mencegah pengeluaran panas. Apabila temperatur panas, kedua otot ini relaksasi sehingga testes turun (menggantung) menjauhi perut dan permukaan mengembang untuk mempercepat pengeluaran panas. Struktur arteri testis berkelok-kelok dan membentuk kerucut, struktur ini ikut berperan pada pengaturan panas (lihat di buku Bearden and Fuquay, 1980 dan Hafez, 1993 untuk mendapatkan penjelasan secara detail mekanisme pengaturan suhu pada skrotum)
c. Saluran reproduksi hewan jantan
Saluran reproduksi hewan jantan adalah epididymis, vas deferen dan urethra.
1. Epididymis
Epididymis berbentuk bulat panjang dan melekat pada testis. Epididymis terbagi 3 bagian, yaitu caput (kepala), corpus (badan) dan cauda (ekor). Caput epididymis menelungkupi testis. Epididymis berisi duktus, mulai caput berkelok-kelok rapat sekali. Panjang duktus epididymis bila direntangkan adalah 36 m pada sapi dewasa, 54 m pada babi dewasa. Duktus berasal dari duktus efferen. Duktus efferen berdiameter 100-300 mikron dan hanya berisi sedikit spermatozoa. Fungsi epididymis adalah:
a. Transportasi sperma
Sperma dapat mengalir dari rete testis ke duktus efferent oleh karena adanya tekanan di tubulus contortus seminiferus dan kontraksi epididymis. Perjalanan sperma dari tubulus seminiferus sampai cauda epididymis memerlukan waktu 7-9 hari pada sapi dewasa, 13-15 hari pada domba, 9-12 hari pada babi dan 8-11 hari pada kuda. Perjalanan spermatozoa ini tergantung pada frekuensi ejakulasi.
b. Tempat pemadatan sperma
Di dalam testes sperma berupa cairan yang encer. Pada waktu melewati epididymis sperma akan mengalami penyerapan cairan oleh epithel dinding epididymis. Penyerapan ini terutama terjadi pada bagian caput epididymis yang banyak memiliki sel-sel yang tinggi dan bersilia panjang. Akibatnya sperma menjadi lebih pekat ketika sampai di bagian cauda epididymis.
c. Tempat pemasakan sperma
Pada saat meninggalkan tubulus contortus seminiferus secara morfologis sperma sudah sempurna tetapi masih membawa butiran sitoplasma. Sepanjang perjalanannya dalam epididymis letak butiran-butiran sitoplasma yang mula-mula dekat pangkal leher makin turun sampai ketika keluar dari epididymis sperma sudah tidak membawa butiran-butiran sitoplasma. Hilangnya butiran-butiran sitoplasma ini merupakan proses pemasakan lebih lanjut dan hal ini dapat terjadi karena pengaruh sekresi oleh sel-sel epitel pada duktus epididymis.
d. Tempat penimbunan sperma
Cauda epididymis merupakan tempat penimbunan spermatozoa. Konsentrasi sperma pada bagian ini sangat tinggi (4×106/mm3). Meskipun cauda epididymis hanya seperempat dari epididymis tetapi separuh dari spermatozoa disimpan di bagian ini. Kondisi cauda sangat cocok bagi kehidupan spermatozoa dan di bagian ini spermatozoa tidak mengadakan kegiatan metabolisme. Kehidupan spermatozoa yang cukup lama dalam cauda disebut sebagai peristiwa anabiosa alam.
2. Vas deferen
Merupakan saluran sperma lanjutan dari cauda epididymis sampai ke urethra. Diameter bagian luar sekitar 2 mm dan berdinding yang mengandung muskulus yang tebal. Vas deferen berjalan ke atas menempel pada corpus epididyimis dan salurannya makin lurus, dekat caput epididymis makin halus dan bersama dengan pembuluh darah, pembuluh limfe dan urat syaraf membentuk funiculus spermaticus, kemudian masuk ke rongga perut melalui canalis inguinalis. Berjalan proximal dalam rongga perut dan makin keatas dindingnya makin tebal dan diameternya makin besar membentuk ampula (ampullae ductus deferentis). Di depan vesika urinaria membelok ke belakang masuk ke dalam rongga pelvis dan bermuara pada urethra pars pelvina (UPP). Penebalan dari ampula karena adanya banyak kelenjar pada dinding dan struktur dinding ampula mirip kelenjar vesikularis. Pada sapi dewasa ampula berdiameter 10-15 cm dengan ketebalan 1 cm, pada kuda diameter 20 cm dengan ketebalan 2 cm, pada kambing diameter 7 cm dengan ketebalan 0,2-0,5 cm. Ampula mengandung epitel yang terdiri atas sel kelenjar yang banyak menghasilkan fruktosa dan asam sitrat. Pada ruminansia, UUP membentuk bangunan yang berbentuk kerucut yang disebut colliculus seminalis.
3. Urethra
Urethra berfungsi untuk menyalurkan sperma dan urine (canalis urogenitalis). Menurut letaknya urethra dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Pars pelvina
Terletak dalam cavum pelvis. Bagian ini berotot tebal yang disebut musculus urethralis. Pada sapi urethra pars pelvina panjangnya 15-25 cm mulai dari muara ampula. Bagian ini berbentuknya seperti pipa yang ditutupi oleh musculus urethralis dan musculus bulbocavernasus.
b. Pars bulbourethralis
Terletak di lengkungan tulang os ischiadicus. Di daerah archus ischiadicus.
c. Pars Penis
Terletak di sepanjang penis dari pangkal sampai ujung penis.
Bagian belakang dari vesica urinaris terdapat bangunan kecil (colliculus seminalis). Di bagian depannya adalah muara bersama dari ampula dan saluran kelenjar vesikularis. Collicus seminalis terdiri dari jaringan caversus yang banyak mengandung pembuluh darah yang akan menutup leher vesika urinaria selama ejakulasi sehingga sperma tidak tercampur urine dan sebaliknya sperma tidak masuk ke vesika urinaria. Kelenjar prostata mempunyai banyak muara keluar kecil-kecil terletak teratur sepanjang dinding urethra, sedangkan kelenjar bulbo urethralis kedua saluran keluarnya terletak sedemikian rupa sehingga alirannya dapat membersihkan bagian distal urethra bebas dari urin sebelum ejakulasi.
d. Kelenjar kelamin tambahan (asesoris)
Kelenjar kelamin tambahan pada hewan jantan berfungsi untuk membebaskan zat-zat tertentu yang ditambahkan dalam plasma yang sangat diperlukan untuk kehidupan spermatozoa. Bahan-bahan yang ditambahkan ini berupa bahan-bahan organik (karbohidrat, vitamin, enzim) atau an organik (garam-garam mineral). Kelenjar tambahan /asesoris ini adalah:
1. Kelenjar vesicularis
Ada sepasang kelenjar vesicularis yang terletak di kanan-kiri ampula duktus deferens. Pada ruminansia kelenjar ini besar dan susunannya berlobus-lobus. Pada kuda kelenjar ini bentuknya memanjang. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara ke dalam urethra, secara umum muaranya menjadi satu dengan ampula sehingga ada 2 muara di kiri dan kanan. Muara ini disebut ostium ejaculatorium. Kadang-kadang muaranya terpisah, yaitu muara kelenjar vesicularis berada di bagian cranial dari kelenjar ampula. Sekresi kelenjar ini banyak mengandung protein, potasium, fruktosa, asam sitrat, asam askorbut, vitamin dan enzim, warnanya kekuning-kuningan karena banyak menagndung flavin dengan pH 5,7-6,2. Sekresi kelenjar vesicularis pada sapi merupakan 50% dari total volume ejakulasi, sedangkan pada kuda dan babi lebih sedikit prosentasenya.
2. Kelenjar prostata
Pada sapi sepasang, berbentuk bulat dan tidak berlobus. Kelenjar ini lebih dikenal daripada kelenjar vesicularis. Terdiri dari 2 bagian, badan prosatata dan prostata yang cryptik. Bagian badan prosatata terdapat di belakang ampula dekat diatas urethra pars pelvina, sehingga disebut corpus prostata. Badan prostata berukuran lebar 2,5-4,0 cm dan tebal 1,0-1,5 cm. Bagian prostata yang cryptik disebut pars disseminata. Pars diseminata mengelilingi urethra pars pelvis. Di bagian dorsal ukurannya mencapai tebal 1,0-1,5 cm, panjang 10-12 cm dan tertutup oleh otot urethra. Sekresi kedua bagian ini melalui beberapa muara kecil masuk ke dalam urethra. Sekresinya banyak mengandung ion an organik (Na, Cl, Ca, Mg). Pada sapi sekeresinya sangat encer dan mempunyai pH yang basa (7,5-8,2).
3. Kelenjar bulbourethralis
Sepasang, terdapat di sebelah kanan dan kiri urethra bulbourethralis, dibawah musculus bulbo spongiosus. Pada sapi kelenjar ini sebesar buah kemiri, padat dan mempunyai kapsul. Pada babi ukuran kelenjar ini lebih besar.
e. Penis
Penis merupakan organ kopulatoris pada hewan jantan, mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran urine dan peletakan semen ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Penis berbentuk silinder panjang dan bersifat fibroelastik atau kenyal (lihat di buku Sorensen, 1979). Penis membentang ke depan dari arcus ischiadicus plevis sampai ke daerah umbilikus pada dinding ventral perut. Penis ditunjang oleh fascia dan kulit.
Penis terdiri dari akar atau pangkal, badan penis dan ujung penis. Bagian pangkal penis melekat pada pelvis. Akar penis dibentuk oleh dua cabang, crus penis kanan dan kiri, yang mempertautkan penis pada kedua sisi arcus ischiadicus.
Musculus ischio cavernous atau erector penis adalah sepasang otot pendek yang timbul dari tuber ischii dan ligamentum sacroischiadicum dan bertaut pada corpus penis. Musculus retractor penis adalah otot licin yang bertaut pada vertebrae coccygea pertama kedua, berpisah dan bertemu kembali dibawah anus. Pasangan otot ini berfungsi menarik kembali penis ke dalam preputium sesudah ejakulasi dan mempertahankan posisi ini dalam keadaan tidak ereksi. Jaringan penis bersifat fibro-elastik dan agak kaku walaupun dalam keadaan tidak ereksi. Sebagian besar penis dalam keadaan tidak ereksi berbentuk huruf S yang disebut flexura sigmoidea. Pada ruminansia bangunan tersebut terletak di belakang testis, sedangkan pada babi terdapat di depan testis. Pada kuda tidak dijumpai bangunan tersebut. Badan penis mengandung 3 buah batang longgar dan berongga yang dapat dianggap sebagai kapiler-kapiler yang sangat membesar dan bersambung dengan vena penis. Ereksi penis biasanya disebabkan oleh pembesaran rongga-rongga ini oleh darah yang berkumpul. Dua buah batang di bagian dorsal, disebut corpus cavernosum, satu buah di bagian bawah, disebut corpus carvenosum urethra atau corpus spongiosum penis. Badan penis diselaputi oleh suatu selubung fibrosa tebal yang berwarna putih, disebut tunica albugenia. Tunica albugenia yang mengelilingi corpus carnevosum penis lebih tebal. Bagian ujung atau glan penis terletak bebas di dalam preputium, tersusun dari corpus spongiosum glandis. Permukaan glan penis mengandung ujung-ujung saraf sensoris dan lubang keluar yang disebut orificium urethrae.
Preputium adalah suatu invaginasi berganda dari kulit yang berisi dan menyelubungi bagian bebas penis sewaktu tidak ereksi dan menyelubungi badan penis caudal dari glan penis sewaktu ereksi. Preputium melindungi penis dari pengaruh luar dan kekeringan. Fornix praeputii adalah daerah dimana praeputii bertaut denagn penis tepat caudal dari gland penis. Dinding preputium dilapisi oleh epitel kelenjar yang mensekresikan cairan berlemak. Cairan kental berlemak tersebut bercampur dengan reruntuhan sel epitel yang mati dan bakteri pembusuk dan sering berbau tidak enak, disebut smegma preputii.
Teknik Pemerahan
Teknik pemerahan sapi dapat dilakukan dengan menggunakan
mesin pemerah (“milking machine”) dan dengan tangan (“hand milking”) (Prihadi,
1996).
a. Pemerahan Menggunakan Tangan
Metode pemerahan dengan tangan terdiri dari tiga metode, yaitu metode full hand (seluruh jari), knevelen dan strippen. Pemerahan dengan menggunakan seluruh jari biasanya dilakukan pada sapi yang mempunyai ambing dan puting yang panjang dan besar. Pemerahan dilakukan dengan cara puting dipegang antara ibu jari dengan jari telunjuk pada pangkal puting menekan dan meremas pada bagian atas, sedangkan ketiga jari yang lain menekan dan meremas bagian tubuh puting secara berurutan, hingga air susu memancar keluar dan dilakukan sampai air susu dalam ambing habis (Abubakar, et. al., 2009).
Gambar 3. Cara Pemerahan Full Hand (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Metode pemerahan cara strippen adalah metode pemerahan menggunakan dua jari sambil menarik puting. Cara ini sering dilakukan pada sapi yang memiliki ukuran puting kecil, yaitu dilakukan dengan cara memijat puting dengan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting dan diurutkan ke arah ujung puting sampai air susu memancar keluar. Cara ini harus menggunakan vaselin atau minyak kelapa sebagai pelicin, agar tidak terjadi kelecetan pada puting.
Gambar 4. Cara Pemerahan Strippen (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Cara pemerahan knevelen adalah pemerahan dengan menggunakan seluruh tangan. Cara ini mirip dengan cara full hand, tetapi ibu jari ditekuk saat menekan bagian atas puting, sehingga bagian punggung ibu jari yang menekan puting. Cara ini juga digunakan pada sapi yang memiliki ukuran puting kecil. Semua cara pemerahan dengan tangan, pembersihan dan disinfektan dilakukan pada masing-masing puting ketika proses pemerahan telah selesai, hal ini untuk mencegah infeksi dan radang ambing (mastitis) (Abubakar et. al., 2009)
Gambar 5. Cara Pemerahan Knevelen (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
b. Pemerahan Menggunakan Mesin
Metode pemerahan dengan mesin perah modern dewasa ini menggunakan cara mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan. Dalam peternakan sapi perah, mesin perah dibedakan menjadi 3 yaitu sistem ember (bucket system), sistem pipa (pipe line system) dan sistem bangsal pemerahan (milking parlor system) (Himam, 2008).
1. Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain (mobile). Sistem ini cocok digunakan untuk peternakan kecil. Susu hasil perahan dari sistem ini ditampung di ember yang terdapat di setiap mesin. Setelah itu, susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih dahulu, kemudian dituang di tangki pendingin. Pemerahan dengan sistem ini dapat diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah yang jumlah sapi induk kurang dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya berkelompok. Pemerahan dengan sistem ember ini perlu dirintis di Indonesia dengan harapan dapat menekan kandungan mikroba dalam susu.
Gambar 6. Alat Perah Sistem Bucket (mobile)
2. Sistem Pipa (Pipe line system), pada sistem ini pemerahan langsung juga berada di dalam kandang dimana sapi yang yang akan diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi berikutnya. Sedang susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki pendingin melalui pipa tanpa berhubungan dengan udara luar. Sistem pemerahan dengan cara ini dilakukan pada peternakan sapi perah skala besar dengan kapasitas ratusan hingga ribuan ekor sapi. Sistem pemerahan dengan sistem pipa ini dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Sistem Pemerahan Pipe Line
3. Sistem bangsal pemerahan (milking parlor system) berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang disiapkan untuk pemerahan. Di bangsal ini ditempatkan beberapa mesin perah. Setiap satu mesin melayani seekor sapi. Sasu hasil pemerahan langsung ditampung di tangki pendingin (cooling unit) sesudah melalui tabung pengukur produksi yang terdapat pada setiap mesin. Sapi yang akan diperah digiring ke bangsal pemerah melalui suatu ternpat (holding area) yang luasnya terbatas dan sapi berdesakan.
a. Pemerahan Menggunakan Tangan
Metode pemerahan dengan tangan terdiri dari tiga metode, yaitu metode full hand (seluruh jari), knevelen dan strippen. Pemerahan dengan menggunakan seluruh jari biasanya dilakukan pada sapi yang mempunyai ambing dan puting yang panjang dan besar. Pemerahan dilakukan dengan cara puting dipegang antara ibu jari dengan jari telunjuk pada pangkal puting menekan dan meremas pada bagian atas, sedangkan ketiga jari yang lain menekan dan meremas bagian tubuh puting secara berurutan, hingga air susu memancar keluar dan dilakukan sampai air susu dalam ambing habis (Abubakar, et. al., 2009).
Gambar 3. Cara Pemerahan Full Hand (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Metode pemerahan cara strippen adalah metode pemerahan menggunakan dua jari sambil menarik puting. Cara ini sering dilakukan pada sapi yang memiliki ukuran puting kecil, yaitu dilakukan dengan cara memijat puting dengan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting dan diurutkan ke arah ujung puting sampai air susu memancar keluar. Cara ini harus menggunakan vaselin atau minyak kelapa sebagai pelicin, agar tidak terjadi kelecetan pada puting.
Gambar 4. Cara Pemerahan Strippen (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Cara pemerahan knevelen adalah pemerahan dengan menggunakan seluruh tangan. Cara ini mirip dengan cara full hand, tetapi ibu jari ditekuk saat menekan bagian atas puting, sehingga bagian punggung ibu jari yang menekan puting. Cara ini juga digunakan pada sapi yang memiliki ukuran puting kecil. Semua cara pemerahan dengan tangan, pembersihan dan disinfektan dilakukan pada masing-masing puting ketika proses pemerahan telah selesai, hal ini untuk mencegah infeksi dan radang ambing (mastitis) (Abubakar et. al., 2009)
Gambar 5. Cara Pemerahan Knevelen (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
b. Pemerahan Menggunakan Mesin
Metode pemerahan dengan mesin perah modern dewasa ini menggunakan cara mekanisasi, artinya pemerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan. Dalam peternakan sapi perah, mesin perah dibedakan menjadi 3 yaitu sistem ember (bucket system), sistem pipa (pipe line system) dan sistem bangsal pemerahan (milking parlor system) (Himam, 2008).
1. Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin sebagai pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain (mobile). Sistem ini cocok digunakan untuk peternakan kecil. Susu hasil perahan dari sistem ini ditampung di ember yang terdapat di setiap mesin. Setelah itu, susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih dahulu, kemudian dituang di tangki pendingin. Pemerahan dengan sistem ini dapat diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah yang jumlah sapi induk kurang dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya berkelompok. Pemerahan dengan sistem ember ini perlu dirintis di Indonesia dengan harapan dapat menekan kandungan mikroba dalam susu.
Gambar 6. Alat Perah Sistem Bucket (mobile)
2. Sistem Pipa (Pipe line system), pada sistem ini pemerahan langsung juga berada di dalam kandang dimana sapi yang yang akan diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi berikutnya. Sedang susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki pendingin melalui pipa tanpa berhubungan dengan udara luar. Sistem pemerahan dengan cara ini dilakukan pada peternakan sapi perah skala besar dengan kapasitas ratusan hingga ribuan ekor sapi. Sistem pemerahan dengan sistem pipa ini dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Sistem Pemerahan Pipe Line
3. Sistem bangsal pemerahan (milking parlor system) berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang disiapkan untuk pemerahan. Di bangsal ini ditempatkan beberapa mesin perah. Setiap satu mesin melayani seekor sapi. Sasu hasil pemerahan langsung ditampung di tangki pendingin (cooling unit) sesudah melalui tabung pengukur produksi yang terdapat pada setiap mesin. Sapi yang akan diperah digiring ke bangsal pemerah melalui suatu ternpat (holding area) yang luasnya terbatas dan sapi berdesakan.
Di holding area sapi dibersihkan dengan sprayer dari segala
arah (Gambar 8.), selanjutnya sapi satu per satu masuk bangsal (milking
parlor). Sistem ini biasanya digunakan oleh peternakan dengan industri.
Gambar 8. Mesin Perah Sistem Bangsal
Pemerahan menggunakan mesin masih sangat jarang digunakan di Indonesia karena peternakan sapi perah umumnya dalam skala kecil. Cara kerja pemerahan menggunakan mesin perah hampir sama dengan pemerahan menggunakan tangan, hanya bedanya adalah pemerahan dilakukan dengan mesin. Sebelum pemerahan, ambing dibersihkan dan dirangsang terlebih dahulu menggunakan rabaan tangan, kemudian diperiksa pancaran pertama air susu dari masing-masing puting. Apabila ada penggumpalan, bernanah, berdarah dan kelainan yang lain, menandakan puting ataupun ambing dalam keadaan tidak sehat. Sebaiknya tidak dilakukan pemerahan dengan menggunakan mesin (Abubakar et. al., 2009).
Setalah ambing dipersiapkan (dibersihkan, dirangsang dan diperiksa), kemudian mesin perah dipasangkan pada masing-masing puting lalu mesin di jalankan (di“on”kan). Pemerahan berjalan dan susu yang dihasilkan ditampung didalam ember ataupun tangki penampungan. Lamanya pemerahan untuk setiap individu sapi kurang lebih selama delapan menit. Hal ini tergantung pada banyaknya produksi susu yang dihasilkan dan kemampuan mesin perah. Apabila corong mesin perah pada puting lepas, maka harus segera dipasang kembali, dan apabila aliran susu mulai sedikit atau habis, maka segera corong puting harus segera dilepaskan. Penuntasan sisa pemerahan dilakukan dengan menggunakan tangan. Pembersihan dan disinfektan dilakukan pada masing-masing puting ketika proses pemerahan telah selesai, hal ini untuk mencegah infeksi dan radang ambing (mastitis)
Gambar 8. Mesin Perah Sistem Bangsal
Pemerahan menggunakan mesin masih sangat jarang digunakan di Indonesia karena peternakan sapi perah umumnya dalam skala kecil. Cara kerja pemerahan menggunakan mesin perah hampir sama dengan pemerahan menggunakan tangan, hanya bedanya adalah pemerahan dilakukan dengan mesin. Sebelum pemerahan, ambing dibersihkan dan dirangsang terlebih dahulu menggunakan rabaan tangan, kemudian diperiksa pancaran pertama air susu dari masing-masing puting. Apabila ada penggumpalan, bernanah, berdarah dan kelainan yang lain, menandakan puting ataupun ambing dalam keadaan tidak sehat. Sebaiknya tidak dilakukan pemerahan dengan menggunakan mesin (Abubakar et. al., 2009).
Setalah ambing dipersiapkan (dibersihkan, dirangsang dan diperiksa), kemudian mesin perah dipasangkan pada masing-masing puting lalu mesin di jalankan (di“on”kan). Pemerahan berjalan dan susu yang dihasilkan ditampung didalam ember ataupun tangki penampungan. Lamanya pemerahan untuk setiap individu sapi kurang lebih selama delapan menit. Hal ini tergantung pada banyaknya produksi susu yang dihasilkan dan kemampuan mesin perah. Apabila corong mesin perah pada puting lepas, maka harus segera dipasang kembali, dan apabila aliran susu mulai sedikit atau habis, maka segera corong puting harus segera dilepaskan. Penuntasan sisa pemerahan dilakukan dengan menggunakan tangan. Pembersihan dan disinfektan dilakukan pada masing-masing puting ketika proses pemerahan telah selesai, hal ini untuk mencegah infeksi dan radang ambing (mastitis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar