TATA
CARA MEMANDIKAN JENAZAH/ DAN NIAT SHOLAT JENAZAH
TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH/ DAN
NIAT SHOLAT JENAZAH
Shalat jenazah
Shalat
jenazah yang didalamnya terdapat rukun shalat, doa shalat jenazah, dan tata
cara shalat jenazah, adalah shalat yang dikerjakan sebagai rangkaian penguburan
seorang muslim yang meninggal. Dalam shalat jenazah, tidak terdapat ruku’,
sujud, maupun iqamah. Sehingga dalam pelaksanaannya, shalat jenazah tidak
memerlukan ruangan yang luas. Dan berikut ini penjelasan yang lebih mendetail
tentang shalat jenazah yang berhasil penulis himpun dari berbagai sumber:
Rukun Shalat Jenazah
Rukun
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu hal yang jika
salah satunya tidak dipenuhi, maka seluruh rangkaian hal yang dikerjaan menjadi
tidak sah. Misalnya di dalam shalat fardhu salah satunya adalah takbiratul
ikhram, maka jika tidak dilaksanakan seluruh rangkaian shalat fardhu menjadi
tidak sah. Adapun mengenai shalat jenazah, berbagai sumber yang penulis
dapatkan menyebutkan rukun shalat jenazah adalah seperti yang tertulis di bawah
ini. Namun rukun shalat jenazah yang “berdiri bila mampu” tidak penulis temukan
hadits yang secara tegas mengatakannya. Sehingga penulis lebih sepakat bahwa
hal-hal berikut ini termasuk ke dalam tata cara shalat jenazah. Salat jenazah
tidak dilakukan dengan ruku’, sujud maupun iqamah, melainkan dalam posisi
berdiri sejak takbiratul ihram hingga salam. Berikut adalah urutannya:
1. Alat dan bahan yang dipergunakan
Alat-alat yang dipergunakan untuk
memandikan jenazah
adalah sebagai berikut:
1. Kapas
2. Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
3. Sebuah spon penggosok
4. Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus
– Spon-spon Plastik
5. Shampo
6. Sidrin (daun bidara)
7. Kapur barus
8. Masker penutup hidung bagi petugas
9. Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
10. Air
11. Pengusir bau busuk dan Minyak wangi
12.
Daun Sidr (Bidara)
2. Menutup aurat si mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit
ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan
orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak
untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya
agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
3. Tata cara memandikan jenazah
Seorang petugas memulai dengan
melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang,
maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan
mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas mengangkat
kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk
membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus
melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke
atas.
4. Mewudhukan jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam
hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i
jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan
air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang
telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci
rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun.
Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si
mayit.
5. Membasuh tubuh jenazah
Setelah itu membasuh anggota badan
sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya, kemudian tangan
kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang sebelah kanan,
kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak
kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas membalik sisi
tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya
yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh anggota
tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah
kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh
bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah
bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu kali dan mustahab
(disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang
dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang
terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah
ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak
hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai
untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika petugas yang
memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih
melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk
menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit
dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau
sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan
gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan
jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain atau yang
semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta
mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum
memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan.
Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin
(dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
Apabila masih keluar kotoran
(seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali,
hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas,
kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit
diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah
perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
Apabila si mayit meninggal dunia
dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah,
maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang
telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu
ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat
menunaikan haji.
Orang yang mati syahid di medan
perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang
melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
Janin yang gugur, bila telah
mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah dimandikan,
dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat
daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan
dishalatkan.
Apabila terdapat halangan untuk
memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah
tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah
seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu
mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
Hendaklah petugas yang memandikan
jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan pada jasad si mayit,
misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat
pada tubuh si mayit dll.
B. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH
1. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan
jenazah dan menghandukinya
Mengkafani jenazah hukumnya wajib
dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si mayit. Hendaklah
didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan
wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta,
maka keluarganya boleh menanggungnya.
2. Mengkafani jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan,
sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian didatangkan jenazah yang sudah
dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain kafan itu dengan
posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan
kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua
pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti
melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang
sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya, kedua lubang hidungnya,
mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu dahinya,
hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua
telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya,
serta pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala
jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain
kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang sebelah kiri sambil
mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran kedua dan
ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali
pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan
pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas
wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut
dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan tersebut dengan enam
utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar kain
kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
[Untuk pembahasan tata cara shalat
jenazah, insya Allah akan kami jadikan artikel tersendiri]
C. TATA CARA SHALAT JENAZAH
Niat shalat janazah perempuan
sebagai berikut:
Untuk mayat Anak kecil Perempuan
membaca niat dengan lafazh berikut:
Lafadz
niat shalat jenazah anak perempuan:
اُصَلّىْ عَلىَ هَذِهِ مَيِّتَةِ
الطّفْلَةِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأمُوْمًا/اِمَامًا لِلهِ
تَعَالىَ
Aku niat mengerjakan shalat atas
mayyit anak (perempuan) ini empat kali takbir fardu kifayah sebagai ma,mum/imam
karena Allah Ta’ala
Setelah selesai membaca lafal niat
tersebut, kedua belah tangan diangkat (jari-jari terbuka
rapat, kecuali ibu jari) sejajar dengan kedua bahu (ujung jari-jari
sejajar dengan telinga)
sambil mengucapkan takbir "ALLAAHU AKBAR". Pada saat tangan diangkat
dan mulut mengucapkan kalimat takbir ini, hatinya mengatakan:
"Aku
niat shalat atas jenazah ini 4 takbir, fardhu kifayah mengikut imam, karna
Allah Ta'ala."
(Jika sebagai imam maka kata 'mengikut imam' diganti dengan'menjadi imam').
Setelah hati selesai mengucapkan
niat, dan bacaan takbir selesai, kedua belah tangan diturunkan
perlahan-lahan, dan diletakkan di atas pusar dan di bawah dada, Tangan kanan diletakkan
di atas tangan kiri, lalu langsung membaca isti'adzah dan Al-Fatihah.
Setelah
selesai membaca surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan bertakbir yang kedua sambil
mengangkat kedua tangan dengan gerakan sama seperti gerakan pada takbir pertama
tanpa niat, dalam posisi tetap berdiri, tanpa ruku’ dan tanpa sujud. Selesai bertakbir
kedua tangan kembali ke posisi semula, yaitu bersedekap, lalu membaca
shalawat
kepada Nabi Muhammad saw. yang lafalnya :
ALLAAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMAD
WA'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHALLAITA 'ALAA IBRAAHIIM WA'ALAA AALI IBRAAHIIM,
WA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA * ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA BAARAKTA * ALAA
IBRAAHIIM WA 'ALAA AALI IBRAHIM, HL'AALAMTO
Artinya:
"Ya
Allah! Berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau
telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, dan berilah
keberkahan
kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberi
keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, sungguh di alam semesta ini Engkau
MahaTerpuji lagi Maha Mulia"
(5) Selesai membaca shalawat, dilanjutkan dengan bertakbir yang
ketiga sambil mengangkat kedua tangan, tanpa ruku’ dan tanpa sujud Selesai bertakbir,
kedua tangan kembali: keposisi
semula, yaitu bersedekap, lalu membaca doa yang ditujukan untuk jenazah, yaitu
Sekurang-kurangnya:
ALLAAHUMMAGH FIRLAHU WARHAMHU WA
'AAFIHI WAWANHU
Jika jenazah seorang perempuan, maka
lafalnya:
ALLAAHUMAGHFIRLAHAA WARHAMHAAWA
*AAFIHAA WA'FU'ANHAA.
b. Yang paling sempurna (lengkap):
ALLAAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU
WA'AAFIHI' WA'FU 'ANHU WA AKRIM NUZULAHU WAWASSi: MAD-KHALAHU WAGHSILHU
BILMAA'I WATS TSALJI WAL-BARADI WANAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA YUNAQQATS
TSAUBUL ABYADHU MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN
KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MINZAU-JIHIWAQIHIFTTNATALQABRI WA
'ADZAABAN NAARI.
Jika jenasah seorang anak laki -
laki yang masih kecil (belum baligh), maka doanya:
ALLAAHUMMAJ 'ALHU FARATHAN LI ABAWAIHI
WA SALAFAN WA DZUKHRAN WA 'IZHATAN WA'TIBAARAN WA SYAFU'AN WA TSAQQIL
BIHIMAWAAZIINAHUMAA WA AFRIGHISH SHABRA'ALAA QULUUBIHIMAA WA LAA TAFTINHUMAA
BA'DAHU WA LAA TAHRIMHUMAA AJRAHU.
(6) Selesai membaca doa untuk jenazah, dilanjutkan dengan
bertakbir yang keempat sambil mengangkat kedua tangan, tanpa ruku’
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHU WA
LAA TAFTINNAA BA'DAHU WAGHFIR LANAA WA LAHU.
Jika jenazah seorang perempuan, maka
lafalnya:
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHAA WA
LAA TAFTINNAA BA'DAHAA WAGHFIR LANAA WA LAHAA.
Jika ingin lebih sempurna maka
ditambah dengan lafal:
WA LI'IKHWAANINAL LADZIINA
SABAQUUNAA BIL HMAANI WA LAA TAJ'AL FII QULUUBINAA GHILLAN ULLADZIINA AAMANUU
RABBANAA INNAKA RA'UU-FURRAHIIM.
Artinya:
"Ya Allah, Janganlah Kau
halangi pahalanya bagi kami, dan janganlah Kau jadikan fitnah bagi kami setelah
kematiannya, ampunilah kami dan dia, dan juga saudara-saudara kami yang telah
lebih dahulu beriman daripada kami; dan janganlah Kau jadikan kedengkian di
dalam hati kami terhadap orang-orahg yang beriman, Ya Tuhan kami Sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
(7) Setelah membaca doa: tersebut; dilanjutkan beriringan
membaca salam, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, yaitu :
“ASSALAAMU
'ALAIKUM WARAHMATULLAAHI WA BARAKAATUH.”
Artinya: "Semoga kesejahteraan,
rahmat Allah, dan berkah-Nya tetap tercurahkan kepada Anda semua"
Setelah
itu membaca surat Al-Fatihah bersama-sama dan imam hendaklah membaca doa,
sedangkan makmum mengamininya. Adapun doa yang dibaca setelah selesai shalat
jenazah
adalah:
ALLAAHUMMAGHFIRLI HAYYINAA
WAMAYYIINAAWA SYAAHIDINAAWAGHAA'IBINAAWASHAGHIIRINAAWAKABHRINAAWADZAKARmAAWAUNTSAANAA.ALLAA
HUMMA MAN AHYAriAHU MINNAA FA AHYIHI ALAL ISLAAM, WA MAN TAWAFFAITAHU MINNAA
FATAWAFFAHU' ALALIIMAANI
Artinya:
"Ya Allah! Ampunilah kami, baik
yang masih hidup maupun yang sudah mati, baik yang hadir maupun yang tidak
hadir, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang laki-laki maupun yang
perempuan. Ya Allah! Siapapun yang telah Engkau hidupkan di antara kami
hidupkanlah dia dengan tetap beragama Islam, dan siapapun yang telah Engkau
wafatkan di diantara kami, wafatkanlah dia dalam keadaan beriman"
ALLAAHUMMA INNA HAADZAA 'ABDUKA
WABNU 'ABDAIKA, KHARAJA MIN RAUHID DUNYAA WA SA'ATTHAAWA MAHBUUBUHU WA
AHIBBAA'UHU FI1HAA ILAA ZHULMATIL QABRI WA MAA HtfWA LAAQIIHI, KAANA YASYHADU
AN LAA E.AAHA ILLAA ANTA WAH-DAKA LAA SYARIIKA LAKA, WA ANNA MUHAMMADAN 'ABDUKA
WA RASUULUKA WA ANTA A'LAMU BIHI MINNAA.
Artinya:
"Ya Allah! Sesungguhnya ini
adalah hamba Engkau, anak kedua hamba Engkau, ia telah keluar dari kesenangan
dunia, keluasannya, kekasih dan orang-orang yang dicintainya di dunia menuju
gelapnya kubur dan sesuatu yang akan dia temui di dalamnya. Dia telah
menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Engkau sendiri, tak ada sekutu bagi
Engkau, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Engkau, dan Engkau
lebih mengetahui hal itu daripada kami."
ALLAAHUMMAINNAHUNAZALABIKAWAANTAKHAIRU
MANZUULIN BIHI. WA ASHBAHA FAQIIRAN ILAA RAHMATIKA WA ANTA GHANIYYUN 'AN
'ADZAABM WA QAD JI'NAAKA RAAGHIBIINA |LAIKA SYUFA'AA'A LAHU.
Artinya:
"Ya Allah! Sesungguhnya mayat
ini datang kepada Engkau, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik yang didatangi
Jamaat butuh akan rahmat Engkau, sedangkan Engkau tidak butuh terhadap
siksanya. Kami benar-benar datang kepada Engkau, memohon kepada Engkau, sebagai
perantara baginya"
ALLAAHUMMA IN KAANA MUHSINAN FAZID
FII IHSAANIHI, WA IN KAANA MUSII'AN FATAJAAWAZ ANHU, WA LAQQIHIBIRAHMATIKA
RIQHAAKA WA QIHI FITNATALQABRIWA'ADZAABIHI.
Artinya:
"Ya Allah, Jika mayat ini
termasuk orang yang baik, maka tambahkanlah kebaikannya; Jika mayat ini
termasuk orang yang jahat (jelek), maka bebaskan dia dengan sebab rahmat Engkau
akan keridha'an Engkau, dan jauhkanlah dia dari fitnah kubur dan
siksanya."
WAFSAH LAHU FII.QABRIHI WA JAAEIL
ARDHA 'AN. JANBAIHI WA LAQQIHII BIRAHMATIKAL AMNA MIN 'ADZAABIKA HATTAA
TAB'ATSAHU AAMINAN ILAA JANNATIKABIRAHMATIKAYAAARHAMARRAAHIMIIN.
Artinya:
"Dan luaskanlah kuburnya,
renggangkanlah .bumi dan kedua lambungnya, dan pertemukanlah dia dengan sebab
rahmat Engkau akan keselamatan dari siksa Engkau, sehingga Engkau bangunkan dia
dalam keadaan aman sampai ke surga Engkau berkat rahmat Engkau, wahai Zat Yang
paling Pengasih di antara para pengasih."
D . TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH
Disunnahkan membawa jenazah dengan
usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan
mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh
berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua
cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk
sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah
melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang
kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar
baunya tidak merebak keluar. Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih
baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita
(kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud
dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf
U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk
meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus
di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
- Jenazah siap untuk dikubur.
Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di atas tangan
untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.
Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu
diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh
menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke
lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI
(Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah
dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap
kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari
tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang
menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di
dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka
rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata
itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus
untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring
untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah
diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah
tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam
kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat
gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi dengan batu
kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan
sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206).
Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan
membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk
di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah
mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang
disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia
ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya
orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan
doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar