Selasa, 03 Maret 2015

TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH/ DAN NIAT SHOLAT JENAZAH



TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH/ DAN NIAT SHOLAT JENAZAH

TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH/ DAN NIAT SHOLAT JENAZAH

Shalat jenazah
        Shalat jenazah yang didalamnya terdapat rukun shalat, doa shalat jenazah, dan tata cara shalat jenazah, adalah shalat yang dikerjakan sebagai rangkaian penguburan seorang muslim yang meninggal. Dalam shalat jenazah, tidak terdapat ruku’, sujud, maupun iqamah. Sehingga dalam pelaksanaannya, shalat jenazah tidak memerlukan ruangan yang luas. Dan berikut ini penjelasan yang lebih mendetail tentang shalat jenazah yang berhasil penulis himpun dari berbagai sumber:

Rukun Shalat Jenazah
        Rukun adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu hal yang jika salah satunya tidak dipenuhi, maka seluruh rangkaian hal yang dikerjaan menjadi tidak sah. Misalnya di dalam shalat fardhu salah satunya adalah takbiratul ikhram, maka jika tidak dilaksanakan seluruh rangkaian shalat fardhu menjadi tidak sah. Adapun mengenai shalat jenazah, berbagai sumber yang penulis dapatkan menyebutkan rukun shalat jenazah adalah seperti yang tertulis di bawah ini. Namun rukun shalat jenazah yang “berdiri bila mampu” tidak penulis temukan hadits yang secara tegas mengatakannya. Sehingga penulis lebih sepakat bahwa hal-hal berikut ini termasuk ke dalam tata cara shalat jenazah. Salat jenazah tidak dilakukan dengan ruku’, sujud maupun iqamah, melainkan dalam posisi berdiri sejak takbiratul ihram hingga salam. Berikut adalah urutannya:

1. Alat dan bahan yang dipergunakan

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah
adalah sebagai berikut:

1. Kapas
2. Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
3. Sebuah spon penggosok
4. Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon Plastik
5. Shampo
6. Sidrin (daun bidara)
7. Kapur barus
8. Masker penutup hidung bagi petugas
9. Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
10. Air
11. Pengusir bau busuk dan  Minyak wangi
12.
 Daun Sidr (Bidara)


2. Menutup aurat si mayit

Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.

3. Tata cara memandikan jenazah










Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.

Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.

4. Mewudhukan jenazah

Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.

5. Membasuh tubuh jenazah

Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak kaki yang sebelah kanan.


Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.

Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.

Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).

Faedah

Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.

Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.

Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.

Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.

Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

B. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH

1. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan menghandukinya










Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.


2. Mengkafani jenazah


Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).

Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.


Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).





[Untuk pembahasan tata cara shalat jenazah, insya Allah akan kami jadikan artikel tersendiri]


C. TATA CARA SHALAT JENAZAH

Niat shalat janazah perempuan sebagai berikut:
Untuk mayat Anak kecil Perempuan membaca niat dengan lafazh berikut:



       Lafadz niat shalat jenazah anak perempuan:


اُصَلّىْ عَلىَ هَذِهِ مَيِّتَةِ الطّفْلَةِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأمُوْمًا/اِمَامًا لِلهِ تَعَالىَ

Aku niat mengerjakan shalat atas mayyit anak (perempuan) ini empat kali takbir fardu kifayah sebagai ma,mum/imam karena Allah Ta’ala

Setelah selesai membaca lafal niat tersebut, kedua belah tangan diangkat (jari-jari  terbuka rapat, kecuali ibu jari) sejajar dengan kedua bahu (ujung jari-jari   sejajar dengan  telinga) sambil mengucapkan takbir "ALLAAHU AKBAR". Pada saat tangan  diangkat dan mulut mengucapkan kalimat takbir ini, hatinya mengatakan:


 "Aku niat shalat atas jenazah ini 4 takbir, fardhu kifayah mengikut imam, karna Allah  Ta'ala." (Jika sebagai imam maka kata 'mengikut imam' diganti dengan'menjadi imam').


Setelah hati selesai mengucapkan niat, dan bacaan takbir selesai, kedua belah tangan  diturunkan perlahan-lahan, dan diletakkan di atas pusar dan di bawah dada, Tangan kanan  diletakkan di atas tangan kiri, lalu langsung membaca isti'adzah dan Al-Fatihah.

 Setelah selesai membaca surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan bertakbir yang kedua  sambil mengangkat kedua tangan dengan gerakan sama seperti gerakan pada takbir  pertama tanpa niat, dalam posisi tetap berdiri, tanpa ruku’ dan tanpa sujud. Selesai  bertakbir kedua tangan kembali ke posisi semula, yaitu bersedekap, lalu  membaca  shalawat kepada Nabi Muhammad saw. yang lafalnya : 



ALLAAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMAD WA'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHALLAITA 'ALAA IBRAAHIIM WA'ALAA AALI IBRAAHIIM, WA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA * ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA BAARAKTA * ALAA IBRAAHIIM WA 'ALAA AALI IBRAHIM, HL'AALAMTO
Artinya:
 "Ya Allah! Berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana  Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, dan  berilah  keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah  memberi keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, sungguh di alam semesta ini  Engkau MahaTerpuji lagi Maha Mulia"

(5) Selesai membaca shalawat, dilanjutkan dengan bertakbir yang ketiga sambil mengangkat  kedua tangan, tanpa ruku’ dan tanpa sujud Selesai bertakbir, kedua tangan kembali:  keposisi semula, yaitu bersedekap, lalu membaca doa yang ditujukan untuk jenazah,  yaitu Sekurang-kurangnya:



ALLAAHUMMAGH FIRLAHU WARHAMHU WA 'AAFIHI WAWANHU

Jika jenazah seorang perempuan, maka lafalnya:



ALLAAHUMAGHFIRLAHAA WARHAMHAAWA *AAFIHAA WA'FU'ANHAA.

b. Yang paling sempurna (lengkap):



ALLAAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA'AAFIHI' WA'FU 'ANHU WA AKRIM NUZULAHU WAWASSi: MAD-KHALAHU WAGHSILHU BILMAA'I WATS TSALJI WAL-BARADI WANAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MINZAU-JIHIWAQIHIFTTNATALQABRI WA 'ADZAABAN NAARI.

Jika jenasah seorang anak laki - laki yang masih kecil (belum baligh), maka doanya:



ALLAAHUMMAJ 'ALHU FARATHAN LI ABAWAIHI WA SALAFAN WA DZUKHRAN WA 'IZHATAN WA'TIBAARAN WA SYAFU'AN WA TSAQQIL BIHIMAWAAZIINAHUMAA WA AFRIGHISH SHABRA'ALAA QULUUBIHIMAA WA LAA TAFTINHUMAA BA'DAHU WA LAA TAHRIMHUMAA AJRAHU.

(6) Selesai membaca doa untuk jenazah, dilanjutkan dengan bertakbir yang keempat sambil  mengangkat kedua tangan, tanpa ruku’ 


ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHU WA LAA TAFTINNAA BA'DAHU WAGHFIR LANAA WA LAHU.

Jika jenazah seorang perempuan, maka lafalnya:


ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHAA WA LAA TAFTINNAA BA'DAHAA WAGHFIR LANAA WA LAHAA.


Jika ingin lebih sempurna maka ditambah dengan lafal:



WA LI'IKHWAANINAL LADZIINA SABAQUUNAA BIL HMAANI WA LAA TAJ'AL FII QULUUBINAA GHILLAN ULLADZIINA AAMANUU RABBANAA INNAKA RA'UU-FURRAHIIM.

Artinya:
"Ya Allah, Janganlah Kau halangi pahalanya bagi kami, dan janganlah Kau jadikan fitnah bagi kami setelah kematiannya, ampunilah kami dan dia, dan juga saudara-saudara kami yang telah lebih dahulu beriman daripada kami; dan janganlah Kau jadikan kedengkian di dalam hati kami terhadap orang-orahg yang beriman, Ya Tuhan kami Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."

(7) Setelah membaca doa: tersebut; dilanjutkan beriringan membaca salam, sambil menoleh ke  kanan dan ke kiri, yaitu :

 “ASSALAAMU 'ALAIKUM WARAHMATULLAAHI WA BARAKAATUH.”



Artinya: "Semoga kesejahteraan, rahmat Allah, dan berkah-Nya tetap tercurahkan kepada Anda semua"

 Setelah itu membaca surat Al-Fatihah bersama-sama dan imam hendaklah membaca doa, sedangkan makmum mengamininya. Adapun doa yang dibaca setelah selesai shalat jenazah
adalah:


ALLAAHUMMAGHFIRLI HAYYINAA WAMAYYIINAAWA SYAAHIDINAAWAGHAA'IBINAAWASHAGHIIRINAAWAKABHRINAAWADZAKARmAAWAUNTSAANAA.ALLAA HUMMA MAN AHYAriAHU MINNAA FA AHYIHI ALAL ISLAAM, WA MAN TAWAFFAITAHU MINNAA FATAWAFFAHU' ALALIIMAANI

Artinya:
"Ya Allah! Ampunilah kami, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Ya Allah! Siapapun yang telah Engkau hidupkan di antara kami hidupkanlah dia dengan tetap beragama Islam, dan siapapun yang telah Engkau wafatkan di diantara kami, wafatkanlah dia dalam keadaan beriman"




ALLAAHUMMA INNA HAADZAA 'ABDUKA WABNU 'ABDAIKA, KHARAJA MIN RAUHID DUNYAA WA SA'ATTHAAWA MAHBUUBUHU WA AHIBBAA'UHU FI1HAA ILAA ZHULMATIL QABRI WA MAA HtfWA LAAQIIHI, KAANA YASYHADU AN LAA E.AAHA ILLAA ANTA WAH-DAKA LAA SYARIIKA LAKA, WA ANNA MUHAMMADAN 'ABDUKA WA RASUULUKA WA ANTA A'LAMU BIHI MINNAA.

Artinya:
"Ya Allah! Sesungguhnya ini adalah hamba Engkau, anak kedua hamba Engkau, ia telah keluar dari kesenangan dunia, keluasannya, kekasih dan orang-orang yang dicintainya di dunia menuju gelapnya kubur dan sesuatu yang akan dia temui di dalamnya. Dia telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Engkau sendiri, tak ada sekutu bagi Engkau, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Engkau, dan Engkau lebih mengetahui hal itu daripada kami."



ALLAAHUMMAINNAHUNAZALABIKAWAANTAKHAIRU MANZUULIN BIHI. WA ASHBAHA FAQIIRAN ILAA RAHMATIKA WA ANTA GHANIYYUN 'AN 'ADZAABM WA QAD JI'NAAKA RAAGHIBIINA |LAIKA SYUFA'AA'A LAHU.
Artinya:

"Ya Allah! Sesungguhnya mayat ini datang kepada Engkau, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik yang didatangi Jamaat butuh akan rahmat Engkau, sedangkan Engkau tidak butuh terhadap siksanya. Kami benar-benar datang kepada Engkau, memohon kepada Engkau, sebagai perantara baginya"


ALLAAHUMMA IN KAANA MUHSINAN FAZID FII IHSAANIHI, WA IN KAANA MUSII'AN FATAJAAWAZ ANHU, WA LAQQIHIBIRAHMATIKA RIQHAAKA WA QIHI FITNATALQABRIWA'ADZAABIHI.
 Artinya:

"Ya Allah, Jika mayat ini termasuk orang yang baik, maka tambahkanlah kebaikannya; Jika mayat ini termasuk orang yang jahat (jelek), maka bebaskan dia dengan sebab rahmat Engkau akan keridha'an Engkau, dan jauhkanlah dia dari fitnah kubur dan siksanya."


WAFSAH LAHU FII.QABRIHI WA JAAEIL ARDHA 'AN. JANBAIHI WA LAQQIHII BIRAHMATIKAL AMNA MIN 'ADZAABIKA HATTAA TAB'ATSAHU AAMINAN ILAA JANNATIKABIRAHMATIKAYAAARHAMARRAAHIMIIN.
 Artinya:

"Dan luaskanlah kuburnya, renggangkanlah .bumi dan kedua lambungnya, dan pertemukanlah dia dengan sebab rahmat Engkau akan keselamatan dari siksa Engkau, sehingga Engkau bangunkan dia dalam keadaan aman sampai ke surga Engkau berkat rahmat Engkau, wahai Zat Yang paling Pengasih di antara para pengasih."
D . TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.









Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.









Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar. Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).







- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.







- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.







- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.






- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.

- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.







- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).












- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.








- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).









- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.

- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)

- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Wallahu a’lam bish-shawab.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar